Ceritanya, kemarin thread nya Mr. @bennysiauw lagi rame banget di Twitter.
Secara umum, saya setuju dengan poin mas Benny soal isu yang dibahas di sana.
Tapi, saya sangat ter trigger untuk meng-highlight masalah lain yang membuat saya 'tergelitique' di thread tersebut;
"Stop glorifikasi kepahitan masa lalu karena ignorance orang lain, sebagai sumber kekuatan".
Kebetulan, beberapa hari ini saya sedang banyak kepikiran perihal kita yang selalu cenderung 'mendewakan' segala bentuk pujian, lebih-lebih di tengah-tengah perkembangan sosial media dengan segala buaian pujian instan di mana-mana.
Beberapa hari sebelumnya, saya menge-tweet:
"Those bullsh*t glorifications never make you getting any bigger. We're originally born that small. Then how could we make ourselves getting even smaller by not having any values?"
"Bahwa segala pujian omong kosong yang ingin kita dapatkan itu tidak pernah membuat kita menjadi lebih besar. Pada hakikatnya, kita sudah terlahir kecil. Apakah kita justru ingin membuat diri kita bahkan semakin kecil dengan terus mendewakan segala pujian, tanpa memiliki nilai atas segala yang kita lakukan?"
https://twitter.com/retmiardilla/status/1193925573011066881
*P.S. Kira-kira, lebih enaknya saya nulis pake kata ganti 'saya' atau 'aku'? He he he
Secara umum, saya setuju dengan poin mas Benny soal isu yang dibahas di sana.
Tapi, saya sangat ter trigger untuk meng-highlight masalah lain yang membuat saya 'tergelitique' di thread tersebut;
"Stop glorifikasi kepahitan masa lalu karena ignorance orang lain, sebagai sumber kekuatan".
Kebetulan, beberapa hari ini saya sedang banyak kepikiran perihal kita yang selalu cenderung 'mendewakan' segala bentuk pujian, lebih-lebih di tengah-tengah perkembangan sosial media dengan segala buaian pujian instan di mana-mana.
Beberapa hari sebelumnya, saya menge-tweet:
"Those bullsh*t glorifications never make you getting any bigger. We're originally born that small. Then how could we make ourselves getting even smaller by not having any values?"
"Bahwa segala pujian omong kosong yang ingin kita dapatkan itu tidak pernah membuat kita menjadi lebih besar. Pada hakikatnya, kita sudah terlahir kecil. Apakah kita justru ingin membuat diri kita bahkan semakin kecil dengan terus mendewakan segala pujian, tanpa memiliki nilai atas segala yang kita lakukan?"
Hubungannya sama kalimat mas @bennysiauw, menurut saya, si glorifikasi kepahitan masa lalu ini salah satu penyebab kita menjadi terus haus akan pujian.
Ketika kita terlalu membesar-besarkan kejadian di masa lalu, di mana kita diremehkan, kemudian menjadikannya motivasi utama untuk membuktikan diri, itu justru akan menjadi 'ajang balas dendam'.
Benar, sudah sepantasnya kita mengambil hikmah dari segala kejadian pahit, tetapi ketika kita cenderung menjadi obsesif untuk membuktikan diri kepada orang lain, tidak bakalan ada ujungnya menurut saya.
Ketika kita terus merasa perlu memperlihatkan 'kesuksesan' yang telah kita raih untuk membalas 'omongan-omongan' pedas tetangga, misalnya; kita akan cenderung haus akan pujian, dan tanpa sadar menjadi self-centered person. Akibatnya secara tidak langsung, kita lupa 'tujuan mulia' dari kesuksesan (mungkin berupa profesi atau materi) yang kita miliki. Begitu seterusnya, tidak akan ada ujungnya.
Lebih lanjut, berdasarkan pengalaman pribadi (hehe), misi 'balas dendam' ini juga sedikit banyak menjadi pemicu timbulnya insecurity ga jelas saat melihat orang-orang di luar sana sepertinya telah mencapai 'kesuksesan'.
Rasanya minder aja gajelas, malah biasanya sampai ke arah sirik lantaran ngeliat teman-teman yang sudah punya gelar macam-macam; nikah dan punya anak; punya kerjaan di tempat bergengsi dengan gaji tinggi; dan seterusnya.
Padahal kita tidak pernah benar-benar tahu, perjuangan jatuh bangun mereka di balik segala pencapaian tersebut. Kita bahkan tidak tahu, seberat apa tantangan dan tanggung jawab di balik segala kedudukan tersebut.
Sekali lagi, menurut saya kurang bijak jika kita terus berusaha untuk menampar orang-orang dan cemoohan mereka dengan keberhasilan kita di masa yang akan datang.
Jadi tidak perlu kita bilang, "Prestasi ini untuk kalian semua yang dulu bilang saya tidak pantas".
Kalaupun harus membuktikan diri, adalah untuk diri sendiri—bukan orang lain. Sebab pada akhirnya, hidup ini memang bukan cuma tentang diri kita sendiri. Seperti kata Stephenie Meyer, “You are not the center of the universe”.
Jadi tidak perlu kita bilang, "Prestasi ini untuk kalian semua yang dulu bilang saya tidak pantas".
Kalaupun harus membuktikan diri, adalah untuk diri sendiri—bukan orang lain. Sebab pada akhirnya, hidup ini memang bukan cuma tentang diri kita sendiri. Seperti kata Stephenie Meyer, “You are not the center of the universe”.
Let us just at least, try to be kind.
Cheers!
Berikut link threadnya:
https://twitter.com/retmiardilla/status/1193925573011066881
*P.S. Kira-kira, lebih enaknya saya nulis pake kata ganti 'saya' atau 'aku'? He he he
love you
ReplyDelete