Postingan ini berawal dari diskusi bersama Pak
@ahmad13muarif, sahabat yang menulis Ballot-ers The Series. Dari ketiga episode tulisan
apiknya ini, yang terakhir adalah favoritku.
Check it out HERE, and
comment on which do you think the best episode.
Pemilu Pilpres Pileg tinggal
menghitung hari, apakah teman-teman sebagai warga negara yang budiman sudah
menetapkan pilihan? Hehe.
Sejak masa-masa awal menuju
Pemilu tahun ini, mayoritas dari kita pasti sudah mulai meramalkan bahwa iklim
politik yang bakal kita rasakan tidak beda jauh, bahkan lebih panas
daripada 5 tahun lalu. Sebut saja ronde dua permainan, di mana kedua kubu besar
masing-masing telah menyiapkan amunisi lebih demi kemenangannya.
Jika 5 tahun lalu ada beberapa
anggota keluarga kerabatku yang perang dingin dalam waktu lumayan lama, tempo hari kudengar sepasang
suami istri di desa sebelah akan bercerai. Alasannya sama: perbedaan pilihan politik. Contoh
dari kampung halamanku ini tentu hanyalah segelintir dari banyaknya potret kejadian
miris yang kita hadapi akibat sikap orang-orang kita terhadap kontestasi politik di negara tercinta.
Tidak jauh berbeda dari pak
@ahmad13muarif, aku juga sudah cukup gerah dengan cara berpolitik bangsa ini. Agama yang
‘diperjualbelikan’ oleh kedua kubu, belum lagi sikap masyarakat yang dengan lajunya penyebaran hoax di zaman sosmed ini—justru cenderung mudah tergiring opini. Sepertinya menanggapi politik dengan nalar yang jernih terlalu sulit untuk dilakukan.
Jika teman-teman notice, tulisan Beda Bukan Petaka memang berawal dari kegelisahanku terhadap
perlombaan di ring politik yang tengah berlangsung. Bisa dilihat bahwa aku sangat ‘berhati-hati’ dalam
menanggapi berbagai opini terkait pemilu tahun ini, walaupun sebenarnya
sangat-sangat tergelitik dengan berbagai episode dramanya.
Well, Sebagai seorang penyandang Sarjana Ilmu Politik yang memiliki dorongan khusus untuk bersuara tentang ini, tanpa merasa paling benar—aku ingin mengajak kita semua memandang Pesta Demokrasi ini dengan lebih positif. Dengan begitu, ketimbang semakin rewel menaggapinya sebagai demam politik yang panas, semoga kita bisa lebih bijak menyikapi segala warna-warni di dalamnya.
Terkait golput, salah satunya. Mulai dari gembar-gembor tagar ‘Bangga Golput’ atau ‘Saya Golput’ yang ramai diserukan para aktivis belakangan
ini; hingga sebaliknya—sikap teman-teman ‘awam politik’ (di lingkunganku masih banyak!) yang secara gamblang menyatakan diri apatis terhadap politik, beropini bahwa politik itu bullshit, busuk, dan seterusnya...
Terlepas dari semua itu, aku percaya masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki stance
yang jelas. Setiap
politisi memang punya kepentingan masing-masing untuk power yang tengah diperjuangkannya, dan bahkan bisa melakukan ‘apapun’ dalam meraih kekuasaan itu
sendiri—namun bagaimanapun kita tetaplah harus menentukan pilihan. Salah satu
kutipan dari dosenku yang mungkin terkesan guyon,
kira-kira seperti ini:
“Pilihlah jin yang setidaknya lumayan diantara jin-jin yang (memang) jahat di tengah
kontestasi politik yang kita hadapi”.
Mau tidak mau, rangkaian proses
demokrasi rutin ini akan berlanjut dengan proses selanjutnya. Kita juga-lah yang akan merasakan efeknya. Aku optimis masih banyak orang-orang di luar sana yang memiliki keyakinan sama denganku, tentang kesadaran menggunakan hak suara demi masa depan bangsa.
Kemudian, perihal rakyat Indonesia yang kecenderungan fanatisme politiknya semakin tinggi. Aku pun masih percaya, bangsa kita memiliki banyak stok ‘educated people’
yang bisa menilai segala sesuatu dengan dasar yang jelas. Contohnya, bagaimana melihat para kandidat sebagai manusia biasa—sama seperti kita, bukan calon nabi baru yang akan memimpin selamanya. Aku masih berkeyakinan, banyak yang bisa memilih dengan cara menakar kebijakan-kebijakan
konkrit yang ditawarkan berdasarkan data-data dan fakta dari sumber akurat, kira-kira mana yang sedikit banyak lebih cocok untuk
kita 5 tahun ke depan. Sekali lagi, 5 tahun ke depan. Hehe.
Aku pun optimis, masih ramai mereka yang paham bahwa terus memberi makan ego dan amarah untuk saling menebar kebencian antar-kubu, hanya akan menguras banyak energi. Aku percaya, mereka bisa bersikap bijak sebab pada akhirnya kita adalah bangsa
Indonesia yang akan terus hidup bersama di tanah ini. Senang-tidak-senang, kita juga akan dipimpin bersama oleh
Presiden terpilih nantinya. Iya toh?
Jadi, 'kamu' masih mau terus berlelah-lelah dengan sikap-sikap kurang 'bijak' yang selama ini 'kamu' lakukan?
Ehm, Tenang saja. Aku juga yakin, teman-teman yang tengah membaca tulisan ini tidak termasuk dalam kategori 'kamu' di kalimatku sebelumnya. Sampai ketemu di TPS!😉
For me, it is always good to see it from the somewhere-in-between position in
deciding which one is the candidate you will choose, for the sake of being a
wise voter.
Shoutout
to @ahmad13muarif! Challenge accomplished!
0 comments